‘Idul Adha: Esensi Kepatuhan Seorang Hamba

.

الله اكبر الله اكبر الله اكبر

.

لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد

.

Allaahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar..

Laa ilaaha illallaah Allaahu Akbar Allahu Akbar wa lillaahil hamd..

.

Tulisan ini juga dipublished di detik.com. Silahkan klik DISINI

.

Sebentar lagi seluruh Umat Muslim di dunia akan kembali menggemakan Takbir dan merayakan Hari Raya yang kedua di tahun ini setelah ‘Idul Fitri, yaitu Hari Raya ‘Idul Adha 1430 Hijriah, yang menurut hitungan akan jatuh pada hari Jumat, 27 November 2009. Untuk itu, dengan sedikit ilmu yang dimiliki, saya ingin berbagi pengetahuan mengenai hal ini, tentunya dengan bahasa yang santai dan tidak berat agar semua paham semua senang dan kita semua dapat ilmunya. Amiiiiiiien 🙂

.

‘Idul Adha merupakan hari yang sangat istimewa dalam syariat Islam karena terdapat 2 hal utama yang dilaksanakan secara serentak.

.

Pertama, di Mekkah Al Mukarromah sekarang ini sedang dilaksanakan Ibadah Haji, yang terdapat dalam Rukun Islam ke 5. Pada 9 Zulhijah nanti (Kamis, 26 November 2009), jutaan Umat Muslim dari berbagai pelosok seluruh dunia tidak peduli dari bangsa mana atau berbahasa apa atau berkulit warna apa, semuanya berpakaian sama serba putih dan dengan tujuan yang sama, yaitu mengabdikan diri kepada Allah SWT.

.

.

Bagaimana kita melihat kedua gambar di atas? Luar biasa bukan? Dan memang, Ibadah Haji merupakan salah satu syiar Islam yang sangat luar biasa. Kita bisa melihat bagaimana ratusan juta orang berkumpul di tempat yang sama, menunjukkan kesatuan dan persatuan tanpa memperdulikan bangsa, bahasa, warna kulit, kaya-miskin, tua-muda, pria-wanita, tinggi-pendek, dll. dan itu semua disatukan oleh akidah yang SATU bernama ISLAM.

.

Bagi kita yang tidak melaksanakan ibadah Haji, sangat disunahkan untuk berpuasa. Ada dua pendapat disini yang sama-sama memiliki dasar yang kuat. Ada yang menganjurkan untuk berpuasa dari tanggal 1-9 Zulhijah (9 hari), dan berpuasa pada hari ‘Arafah, dimana akan jatuh pada Hari Kamis (26 November 2009). Puasa Hari ‘Arafah ini memiliki keutamaan yaitu dihapuskannya dosa-dosa kita setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW:

.

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Hari ‘Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang., dan puasa ‘Assyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).

.

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa ‘Arafah dan puasa ‘Assyura memiliki keutamaan yang sangat besar, namun terlihat puasa ‘Arafah memiliki keutamaan yang lebih dibanding puasa ‘Assyura. Keutamaannya yang dapat menghapus dosa-dosa selama 2 tahun, menurut pendapat jumhur ‘ulama, yang dimaksudkan di sini adalah dosa-dosa kecil, atau diringankannya dosa-dosa besar. Jadi jangan sampai berpikiran karena dosa-dosa setahun yang lalu sudah diampuni dan setahun ke depan juga akan diampuni, kita jadi brutal melakukan dosa.. 🙂

.

Puasa itu sendiri merupakan ibadah yang sangat utama karena langsung terkoneksi dengan Allah SWT dan nilai puasa tiap orang akan berbeda dalam penilaian-Nya. Sesuai di dalam Hadits Qudsi disebutkan: “Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.”

.

Sementara bagi para jamaah Haji, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa, karena pada hari itu mereka harus melaksanakan ibadah wukuf di Padang ‘Arafah. Mereka membutuhkan kekuatan dan stamina yang cukup karena berada di bawah panas matahari yang sangat terik, yang dimana semua itu dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ampunan dan ridho dari Allah SWT. Kurang lebih seperti gambar di bawah inilah kondisi saat melakukan wukuf. Subhanallaah..

.

.

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hambaNya dari api neraka, lebih banyak daripada di hari ‘Arafah.” (HR. Muslim).

.

Selanjutnya yang kedua, pada Hari Raya ‘Idul Adha diselenggarakan ibadah Kurban. Secara arti, Kurban mungkin bisa dijelaskan seperti ini: menyembelih binatang ternak yang sudah cukup umur (unta, lembu, sapi, kambing, dll), setelah shalat ‘Ied pada Hari Raya ‘Idul Adha (10 Zulhijah) sampai tergelincir matahari pada hari terakhir Tasyrik (13 Zulhijah). Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il yang terdapat di dalam Al-Qur’an (QS. Ash-Shaffat [37] : 99-113) menjadi dasar disyariatkannya Kurban bagi umat Muslim. Bagi yang agak-agak lupa ceritanya gimana, seperti inilah…

.

Cerita bermula dari Kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar yang sudah lama menikah namun belum dikarunai seorang anak pun. Nabi Ibrahim terus berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang Ayah. Doa dan usahanya akhirnya membuahkan hasil, dan lahirlah seorang bayi laki-laki tampan bernama Isma’il. Menurut sejarah, Isma’il lahir ketika Nabi Ibrahim berumur 86 tahun.

.

Namun, kebahagiaan keluarga tersebut tidak berlangsung lama. Ibaratnya, lagi seneng-senengnya main dengan anak tercinta, datanglah suatu mimpi yang sangat mengagetkan. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih anaknya. Pada awalnya, dia tidak yakin terhadap perintah ini. Namun, saat mengalami mimpi tersebut sampai 3 kali, dia baru betul-betul yakin bahwa ini adalah perintah dari Allah SWT. Kemudian Nabi Ibrahim menanyakan hal ini kepada Isma’il, yang diabadikan di dalam Al-Qu’ran (QS. Ash-Shaffat [37] : 102).

.

“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”

Selanjutnya, di dalam ayat yang sama Ismail menjawab: “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

.

Sungguh luar biasa jawaban yang diberikan oleh Isma’il. Demikian juga dengan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah dan berhasil membunuh “berhala” rasa cinta kepada anak satu-satunya yang telah ditunggu berpuluh-puluh tahun. Tidak lupa juga credit point juga harus diberikan kepada siti Hajar, seorang ibu yang ikhlas terhadap keputusan ini. Saya sendiri mungkin kalo ayah saya nanya seperti itu mungkin akan balik nanya, “yang bener nih Pap? Salah orang kali…” atau mungkin, “jangan bercanda deh Pap, masa nyembelih anak sendiri..” hehehe…

.

Singkatnya, Bapak dan anak tersebut menuju suatu tempat yang ditentukan. Lalu tatkala Nabi Ibrahim sudah membaringkan Isma’il dan siap menyembelihnya, maka seketika itu pula Allah SWT langsung memanggil Nabi Ibrahim dan langsung mengganti Isma’il dengan seekor sembelihan yang besar. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qu’ran (QS. Ash-Shaffat [37] : 104-109):

.

“Lalu Kami panggil dia, Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu (Isma’il) dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”

.

Dari peristiwa tersebut, sungguh nyata ujian keimanan yang berhasil dilalui oleh Nabi Ibrahim. Lalu bagaimana dengan kita? apa sanggup untuk menyembelih anak sendiri? Allah SWT pun sudah mengetahui bahwa kita tidak akan mampu. Tapi jangan khawatir, kita tetap bisa mengambil nilai ketaatan dan kepatuhan sebagai seorang hamba yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim dengan menyisihkan sebagian harta kita untuk berkurban. Kalau kita mampu, jangan tanggung-tanggung, harus sapi! Tapi kalau belum mampu ya 1 kambing jg cukup.. 🙂

.

Kalo perlu nanti kita bawa sendiri kambing Kurban kita ke tempat penyembelihan agar lebih bermakna, seperti gambar di bawah ini.. Menurut saya ini adalah contoh yang sangat baik karena  memanusiakan binatang hehehe..

.

Lalu apa esensi dan hikmahnya bagi kita? Apa yang akan kita latih dengan ikut melaksanakan Kurban? Ada banyak hikmah yang terkandung, namun saya akan coba membahas 3 hikmah saja, yaitu tentang Keimanan, Pengorbanan, dan Keberkahan. Dan setelah saya lihat, ketiga hal ini bisa disingkat menjadi KPK, tapi bukan Komisi Pemberantasan Korupsi hehehe 🙂

.

1. Keimanan

Keimanan lahir dari sebuah keyakinan. Kisah Nabi Ibrahim dan Isma’il adalah suatu kisah yang pernah terjadi dan itulah yang mendasari terjadinya Ibadah Kurban. Meskipun kita tidak pernah menyaksikan secara langsung, namun sebagai hamba-Nya dan dengan keimanan yang dimiliki, kita harus yakin bahwa kisah itu betul-betul terjadi dan terkandung perintah dari Allah SWT kepada kita untuk melaksanakan ibadah Kurban. Keimanan yang didasarkan kepada keyakinan akan menimbulkan sikap kepatuhan seorang hamba, yang selanjutnya akan termanifestasi dalam bentuk ketaatan, keikhlasan dan ketulusan.

.

Di saat kecintaan kita kepada Allah SWT jauh lebih besar daripada kecintaan terhadap anak, isteri, harta, bahkan dunia dan seisinya, itulah yang menjadikan perintah yang terasa berat akan menjadi terasa ringan. Di sisi lain kita juga harus yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kita dan Dia-lah yang akan memberikan balasan yang terbaik untuk kita. Sehingga apapun bentuk yang diperintahkan Allah, kita HARUS melaksanakannya dengan penuh rasa patuh sebagai seorang hamba. Hal inilah yang akan berdampak positif terhadap peningkatan keimanan kita kepada Sang Pencipta.

.

2. Pengorbanan

Kisah Nabi Ibrahim tidak disangsikan lagi merupakan kisah pengorbanan yang sangat luar biasa dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang pilihan. Lalu bagaimana dengan kita? Dalam hati pasti sudah sadar bahwa kita tidak akan mungkin bisa berbuat hal yang sama dengan Nabi Ibrahim karena sangat berat untuk ukuran manusia biasa seperti kita. Tapi paling tidak kita juga bisa ikut melatih rasa pengorbanan kita untuk Allah SWT dengan cara menyisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk membeli binatang ternak, dijadikan sebagai Kurban dan diberikan kepada yang lebih membutuhkan.

.

Harta kita, mungkin, adalah salah satu “berhala” dalam kehidupan kita yang terkadang kita terasa berat untuk mengeluarkannya. Kita tidak sadar bahwa semua harta yang kita miliki itu asalnya dari Allah SWT dan Dia dengan mudahnya dapat mengambil itu semua bahkan hanya dalam hitungan detik. Lihatlah kisah Karun, seorang multi-billioner pada zamannya yang Allah lenyapkan ke dalam muka bumi bersama harta-hartanya. Atau apakah kita sudah lupa dengan kejadian Tsunami tahun 2006 kemarin dimana Allah kembali menunjukkan kekuasan-Nya dan seluruh harta benda orang-orang Aceh lenyap seketika? Bahkan, ratusan ribu nyawa juga melayang hanya dalam hitungan jam.

.

Jadi, jangan ragu-ragu, bagi teman-teman yang sudah memiliki penghasilan atau merasa berkecukupan, mengapa tidak mencoba untuk mulai berkurban pada tahun ini? Jangan takut miskin karena mengeluarkan harta, karena tidak pernah ada ceritanya orang yang mengeluarkan hartanya di jalan Allah lalu Allah membiarkan orang tersebut jatuh miskin.

.

3. Keberkahan

Dengan menyisihkan harta kita, InsyaAllah keberkahan akan datang. Satu hal yang harus selalu diingat bahwa di dalam harta kita ada hak-hak orang lain yang membutuhkan (fakir miskin, anak yatim, anak jalanan, dsb). Seharusnya kita bersyukur bahwa Allah menjadikan kita sebagai perantara-Nya untuk membantu orang-orang yang kurang mampu tersebut. Kalaupun mereka bisa memilih, siapa sih yang mau jadi orang fakir miskin? Siapa yang mau jadi anak jalanan tanpa masa depan yang pasti? Apa kita mau? dijawab dalam hati aja.. 🙂

.

Keberkahan sendiri bisa datang dengan berbagai bentuk, baik itu yang terlihat (harta kita bertambah) ataupun yang tidak terlihat oleh kasat mata. Jadi kalau uang kita tidak bertambah, jangan langsung khawatir dan bilang tidak berkah. Karena mungkin saja Allah menggantinya di tempat lain yang terkadang kita tidak sadar, seperti diberikan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup, atau mungkin keluarga kita diberikan kesehatan dan panjang umur, atau mungkin kita diselamatkan oleh Allah dari bencana, atau mungkin usaha-usaha dan pekerjaan kita diberikan kelancaran, dan berbagai macam bentuk keberkahan lainnya.

.

Jadi, kepada teman-teman dan pembaca semua yang saya hormati, saya mengajak marilah kita semua menyambut Idul Adha ini dengan hati yang bersih dan suci, serta tidak lupa untuk melakukan 2 hal ini..

  1. Berpuasa di Hari ‘Arafah, yang akan jatuh pada hari Kamis, 26 November 2009.
  2. Bagi teman-teman yang sudah berkerja / memiliki penghasilan / merasa mampu, baik itu teman-teman yang masih pada kuliah, atau teman-teman yang sudah bekerja kantoran, atau teman-teman artis, atau teman-teman entrepreneur / pengusaha, atau teman-teman para pemain band.. Marilah kita menyisihkan sebagian harta kita untuk dibelikan hewan Kurban yang InsyaAllah, akan sangat bermanfaat bagi saudara-saudara kita yang jauh lebih membutuhkan dan menjadi syiar Islam bagi saudara-saudara kita yang lain. Wallaahu a’lam bish shawwab.

.

Akhirul kalam, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Raya ‘Idul Adha bagi seluruh kaum muslim, semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi, mohon maaf atas segala kesalahan, dan salam hangat dari Qatar.. 🙂

.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullaah wa barakaatuh.

.

Muhammad Assad

-Wed, 25 November 2009-



9 thoughts on “‘Idul Adha: Esensi Kepatuhan Seorang Hamba

  1. Good writting…..son…! Semoga Alloh memberikan kebarokahan dan tambahan ilmu agama yang lebih baik untuk Assad amiin…amiin…amiin…

  2. that’s wonderful….semoga kita menjadi pribadi pribadi yang lebih baik dan dengan sukarela, seta ikhlas menjalankan printah Allah SWT.. amiin

Leave a comment